Peradaban
Nusantara yang Tak Pernah Hilang
Di antara desir angin dan gumam
ombak, tersimpan kisah yang tak lekang oleh waktu.
Peradaban Nusantara tumbuh dari bumi yang ramah dan laut yang setia.
Ia lahir dari peluh leluhur yang menanam biji kebijaksanaan di setiap jengkal
tanah.
Jejaknya tertinggal dalam batu, dalam syair, dan dalam jiwa yang tak pernah
tidur.
Dulu, raja-raja berdiri di
singgasana beralaskan adat dan langit keyakinan.
Candi-candi menjulang bagai doa yang dibentuk oleh tangan manusia agung.
Prasasti dan naskah kuno menjadi saksi zaman yang tak pernah mengingkari janji.
Ilmu, seni, dan tata kelola lahir dari rasa hormat pada alam dan sesama.
Namun peradaban bukan hanya bangunan
megah atau kisah perang yang ditulis ulang.
Ia adalah nyanyian ibu pada bayinya, petuah kakek di bawah cahaya bulan.
Ia hidup dalam batik yang digores dengan hati dan tari yang mengalir dari
sukma.
Nusantara bukan hanya sejarah—ia adalah napas yang menghidupi hari ini.
Kini, meski kerajaan telah runtuh
dan senyap, peradaban itu belum mati.
Ia hidup dalam gotong royong, dalam sapaan hangat tetangga pagi hari.
Ia bersembunyi dalam laku hidup sederhana yang sarat makna dan rasa.
Peradaban berubah wujud, namun tak pernah pergi dari pangkuan bangsa.
Kita adalah anak-anak dari pohon tua
yang akarnya menjangkau masa silam.
Menjadi penerus bukan sekadar mengenang, tapi juga menjaga dan menghidupkan.
Dengan membaca, berkarya, dan memahami, kita merawat warisan yang abadi.
Karena sejarah bukan beban, melainkan cahaya yang menuntun langkah ke depan.
Peradaban Nusantara tak akan hilang
selama ia ada dalam hati dan tindakan.
Selama tembang masih dilagukan dan nilai luhur dijunjung tinggi.
Ia akan terus bersemi, tumbuh dalam sunyi, mengakar dalam diri.
Dan suatu saat, dunia pun akan kembali menoleh ke arah cahaya dari timur ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar