Kerajaan Sriwijaya: Kemegahan dan Keruntuhan Kerajaan Maritim di Sumatera
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu
kerajaan maritim terbesar di Nusantara yang berpusat di Sumatera dan member banyak
pengaruh di Nusantara. Berdiri sejak abad ke-7 Masehi, kerajaan ini berkembang
menjadi pusat perdagangan dan pembelajaran agama Buddha di Asia Tenggara
sebelum akhirnya mengalami kemunduran pada abad ke-13. Wilayah kekuasaannya
membentang dari Kamboja, Thailand Selatan,Semenanjung Malaya,Sumatera,Jawa,dan
pesisir Kalimantan
Nama Sriwijaya berasal dari bahasa
sansekerta Sri ‘bercahaya atau gemilang’ dan Wijaya ‘kajayaan’ Sriwijaya
artinya. Meskipun tergolong kedalam kerajaan yang kuat dalam bidang militer dan
ekonomi namun nyaris tak bukti yang menunjukan letak persis dari kerajaan ini.
Nama Raja yang
Memimpin
Beberapa raja terkenal yang memerintah
Kerajaan Sriwijaya, antara lain:
- Dapunta
Hyang Sri Jayanasa (abad ke-7 M) – Pendiri Kerajaan Sriwijaya yang
memperluas wilayah hingga ke Semenanjung Malaya.
- Balaputradewa (abad ke-9 M) –
Memperkuat hubungan diplomatik dengan Dinasti Pala di India dan menjadikan
Sriwijaya pusat pembelajaran agama Buddha.
- Sri
Cudamani Warmadewa (abad ke-10 M) – Melanjutkan kejayaan Sriwijaya dan menjalin
hubungan dagang dengan Dinasti Song di Tiongkok.
Keadaan Sosial Budaya
Sebagai kerajaan bercorak Buddha,
kehidupan masyarakat Sriwijaya sangat dipengaruhi oleh ajaran Buddha Mahayana.
Banyak biksu dari Tiongkok dan India datang ke Sriwijaya untuk belajar, seperti
yang dicatat dalam catatan perjalanan biksu I-Tsing pada abad ke-7 M.
Masyarakatnya terdiri dari beberapa
golongan, yakni:
- Golongan
Raja dan Bangsawan: Berperan sebagai penguasa dan pemimpin administratif.
- Kaum
Brahmana dan Biksu: Bertindak sebagai pemuka agama dan pendidik.
- Pedagang
dan Petani:
Mendukung perekonomian dengan kegiatan perdagangan dan agraris.
- Prajurit: Melindungi
kerajaan dari serangan musuh.
Sriwijaya juga memiliki budaya seni ukir dan prasasti yang berkembang pesat. Prasasti Kedukan Bukit dan Prasasti Talang Tuwo mencatat sejarah awal kerajaan serta kebijakan sosial dan keagamaan raja.
Keadaan Ekonomi
Berdasarkan isi prasasti Ligor
disebutkan bahwa raja Dharamsetu mendirikan pelabihan di Semenajung Malayu dekat Logor.Sebagai
kerajaan maritim, perekonomian Sriwijaya sangat bergantung pada perdagangan
internasional. Letaknya yang strategis di Selat Malaka menjadikan Sriwijaya
sebagai penguasa jalur perdagangan antara Tiongkok, India, dan Arab.
Komoditas utama yang diperdagangkan
meliputi:
- Rempah-rempah
(cengkeh, pala, lada)
- Emas
dan perhiasan
- Kapur
barus dan kayu gaharu
- Hasil
pertanian seperti padi
Sriwijaya juga menerapkan sistem tol
laut, di mana kapal dagang yang melintasi perairannya harus membayar pajak
atau upeti. Hal ini membuat kerajaan menjadi kaya dan berpengaruh.
Kemajuan Sriwijaya didukung oleh
beberapa factor yaitu :
1. Letaknya yang
stretegis yaitu berada di jalur perdagangan antara India dan Tiongkok
2. Menguasai jalur
perdagangan, seperti selat Malaka. Selat Sunda, Semenajung Melayu, dan Tanah
Genting Kra
3. Hasil buminya seperti
Emas,perak,rempah-rempah,menjadi komoditas yang berharga
4. Armada lautnya kuat
karena menjalin kerja sama dengan armada laut kerajaan-kerajaan di India dan
Tiongkok
5. Pendapatan melimpah
dari upeti,cukai terhadap kapal-kapal asing
Berakhirnya Kerajaan
Sriwijaya
Sriwijaya mulai melemah pada abad ke-11
M akibat berbagai faktor, seperti:
- Serangan
Kerajaan Cholamandala dari India (1025/1023 M) – Rajendra
Chola I menyerang Sriwijaya dan menjarah ibu kotanya, melemahkan kekuatan
militer dan ekonomi.
- Persaingan
dengan Kerajaan-Kerajaan Lain – Munculnya kerajaan-kerajaan
pesaing seperti Kerajaan Kediri dan Majapahit di Jawa membuat posisi
Sriwijaya semakin terancam.
- Merosotnya
Jalur Perdagangan – Banyak pedagang mulai beralih ke rute perdagangan
yang lebih aman di Jawa dan Selat Sunda.
- Pengaruh
Islam yang Meningkat – Seiring berkembangnya Islam di Nusantara,
kerajaan-kerajaan bercorak Islam seperti Samudera Pasai mulai menggantikan
peran Sriwijaya sebagai pusat perdagangan.
- Kerajaan-kerajaan yang
ditakulkannya melepasakan diri dari kekuasaan Sriwijaya
- Terdesak
oleh kerajaan Thailand
Pada abad ke-13, Sriwijaya semakin
lemah dan akhirnya runtuh setelah dikuasai oleh Kerajaan Majapahit dan
Kesultanan Malaka.
Peninggalan Sejarah
dan Sumber Sejarah kerajaan Sri Wijaya
Beberapa peninggalan penting dari
Kerajaan Sriwijaya meliputi:
·
Dalam
kronik pendeta I Tsing yang berasal dari Tiongkok menuliskan bahwa Sriwijaya
merupakan pusat pemeblajaran agama Budha dan juga Ia menuliskan terdapat 1000
orang pendeta belajar agama Budha di Sriwijaya. Salah satu pendeta yang
terkenal adalah Sakyakirty
·
Berita
Arab menjelaskan bahwa para pedaganag Arab melakukan kegiatan perdagangan di
kerajaan Sriwijaya dan bahkan di kerajaan Sriwijaya ditemukan
perkampungan-perkampungan Arab.
·
Prasasti
kota kapur, ditemukan di Pulau Bangka berangka 686: Bhumi Jawa tidak mau tunduk
pada Sriwijaya, melalui prasasti ini dtemukan kata SRIWIJAYA
·
Prasasti Kedukan Bukit (Palembang) – Menceritakan perjalanan
Dapunta Hyang dalam mendirikan Sriwijaya dan memperluas wilayah kekuasaan. Catatan
kedua : Minangatamwan adalah sebuah daerah pertemuan antara sungai Kampar Kanan
dan Sungai Kampar kiri (Riau). Hal ini menunjukan bahwa pusat kerajaan pertama
bukan berpusat di Palembang melainkan di Muara Takus (Riau). Pernyataan ini
didukung dengan ditemukan bukti arkelog berupa Stupa di Muara Takus, Kampar
Riau. Penguasaan selanjunya di pindahkan ke Palembang agar mudah menguasai jalur perdaganagan. Candi
Muara Takus (Riau) – Salah satu bukti kejayaan Sriwijaya sebagai pusat
agama Buddha.
·
Prasasti Talang Tuwo – Berisi doa-doa untuk kesejahteraan
rakyat dan juga menyebutkan nama raja Dapunta Hyang dan istrinya Sobakancana
·
Prasasti Ligor: berisiskan tentang pendirian sebuah pelabuhan
dan tempat-tempat ibadah oleh raja Dharmasetu
Kerajaan Sriwijaya meninggalkan warisan
besar sebagai kerajaan maritim yang pernah menguasai perdagangan Asia Tenggara
dan menyebarkan ajaran Buddha ke berbagai wilayah. Hingga kini, kejayaannya
masih menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar